Akar Tumbuhan Bisa Menjadi Pewarna Kain Batik - Thread Not Solved Yet
Haris Riadi, seniman batik Desa Pekajangan, Kedungwuni, Pekalongan, Jawa Tengah, kembali menemukan terobosan baru di dunia batik, belum lama ini. Ia mengolah berbagai tumbuhan dan akar seperti temulawak, akar mengkudu, kayu manis, dan jelawemenjadi zat pewarna batik. Selama ini tetumbuhan tersebut dikenal sebagai bahan baku pembuat jamu.
Haris menjelaskan selain wangi, zat pewarna batik dari tumbuhan dan akar diyakini mampu memberi rasa hangat pada pemakai batik.Selain itu, harga bahan-bahan alami ini juga jauh lebih murah dibanding zat-zat pewarna kimia yang selama ini digunakan para pembatik umumnya.Yang lebih penting lagi, kata Haris, limbah dari pewarna alami aman dan tidak merusak lingkungan.
Haris mengatakan, untuk menghasilkan warna-warna alami, tumbuhan serta akar-akaran terlebih dulu direbus hingga mendidih. Agar bisa menghasilkan warna kecoklatan, diperlukan kombinasi kayu manis, akar mengkudu, dan jelawe.
Haris berharap dengan penemuan bahan pewarna alami ini, pencemaran lingkungan akibat limbah batik bisa dikurangi.Apalagi selain mudah didapat, karya batik dari warna alami itu juga memiliki harga jual yang relatif lebih mahal dibanding batik pewarna kimia.
Haris menjelaskan selain wangi, zat pewarna batik dari tumbuhan dan akar diyakini mampu memberi rasa hangat pada pemakai batik.Selain itu, harga bahan-bahan alami ini juga jauh lebih murah dibanding zat-zat pewarna kimia yang selama ini digunakan para pembatik umumnya.Yang lebih penting lagi, kata Haris, limbah dari pewarna alami aman dan tidak merusak lingkungan.
Haris mengatakan, untuk menghasilkan warna-warna alami, tumbuhan serta akar-akaran terlebih dulu direbus hingga mendidih. Agar bisa menghasilkan warna kecoklatan, diperlukan kombinasi kayu manis, akar mengkudu, dan jelawe.
Haris berharap dengan penemuan bahan pewarna alami ini, pencemaran lingkungan akibat limbah batik bisa dikurangi.Apalagi selain mudah didapat, karya batik dari warna alami itu juga memiliki harga jual yang relatif lebih mahal dibanding batik pewarna kimia.
Pewarna Alami untuk Batik Nabati
11 Nopember 2008 No Comment
Pewarna alami tak hanya sehat untuk makanan.Untuk pakaian pun, pewarna non-kimia itu juga berefek baik bagi tubuh.Salah satunya tidak membuat kulit iritasi, gatal-gatal atau alergi.Penggunaan pewarna alami untuk pakaian salah satunya diterapkan pada batik nabati dari Kota Batu.Batik yang kesannya “adem” itu menjadi salah satu karya yang dipamerkan dalam Seminar Green Product di Widyaloka Universitas Brawijaya, kemarin.
Jenis pewarna alami pun bermacam-macam. Di antaranya buah pinang untuk warna merah, kayu manis untuk warna kecokelatan, daun jambu biji untuk warna kecoklatan dan daun alpukat untuk warna hijau. “Warna-warna itu, nantinya dicampur lilin dan dimasukkan dalam canting untuk membatik,” ungkap Yusuf, salah seorang pengelola Olive batik.
Menurut Yusuf, warna-warna alami memang tidak “ngejreng” seperti halnya warna sintetis. Batik nabati justru terlihat kusam dan terkesan lawas. Kecuali, dikombinasi atau dipadukan dengan pewarna sintetis dalam kadar tertentu. Sementara batik cetak, warna dan ornamennya terlihat lebih menyala dan terang.“Kalau penyuka batik, pasti tahu batik yang terkesan lawas ini menggunakan pewarna alami ini,” kata Yusuf.
Untuk batik-batik dengan pewarna alami yang harus dibatik dengan tangan, konsumennya terbatas.Lebih condong pada konsumen kelas atas, termasuk kalangan pengusaha. Karena konsumennya khusus itu, maka harganya juga jauh lebih mahal dari batik cap (buatan pabrik). “Orang-orang Cina banyak yang suka.Memang mereka cari yang alami dan asli kerajinan tangan,” tandas Yusuf. (yos/lia/radarmalang)
KULIT MANGGIS SEBAGAI PEWARNA BATIK ALAMI
18 June, 2010 - 13:26 by dedy
Batik merupakan salah satu kerajinan yang mempunyai nilai seni tinggi dan menjadi budaya Indonesia yang terkenal sampai ke berbagai negara dan diakui UNESCO.Diantara berbagai jenis batik, batik alam merupakan jenis batik yang berkualitas tinggi, dan banyak diminati wisatawan baik domestik maupun wisatawan mancanegara.Hal itu dikarenakan batik alam diproduksi dengan pewarna alami dan memberikan kesan tersendiri sebab pewarna alami menyebabkan limbah yang dihasilkan ramah lingkungan dan aman untuk kesehatan karena zat-zat yang terkandung dalam pewarna alami dapat mudah terurai sehingga tidak menimbulkan polusi, bahkan warna batik yang dihasilkan pewarna alam dapat bertahan sampai puluhan tahun.Namun, keunggulan batik alam tersebut tidak didukung kondisi saat ini. Kendala yang dialami oleh pengrajin batik alam adalah mereka sulit untuk bisa memenuhi permintaan secara cepat karena batik alam memerlukan waktu yang lama dalam proses pembuatannya dan ketersediaaan bahan baku pewarna alam masih sangat minim. Bahan pewarnanya didapat dengan cara mengekstrak bagian-bagian dari tumbuhan penghasil celup, seperti batang, kulit kayu, daun, akar-akatran, bunga, biji-bijian, buah-buahan, dan getah pohon.
Melihat fakta tersebut, sekelompok mahasiswa UNY yaitu Annisa Saraswati jurusan kimia dan Devy Indah Lestari jurusan pendidikan IPA FMIPA UNY serta Bexzy Kurnilasari jurusan pendidikan teknik busana FT UNY mengeksploitasi kulit manggis sebagai pewarna alam untuk kain batik. Menurut Annissa Saraswati, mereka tertarik melakukan penelitian ini karena mengetahui bahwa kulit manggis mempunyai kandungan kimia yang banyak dan sangat menguntungkan. Kulit manggis mempunyai pigmen warna yang cocok untuk dijadikan sebagai pewarna serta mengandung sejumlah pigmen yang berasal dari dua metabolit, yaitu mangostin dan β-mangostin. Jika semua kandungan yang terdapat pada buah manggis tersebut diekstraksi, maka akan didapati bahan pewarna alami berupa antosianin yang menghasilkan warna merah, ungu, dan biru. Kulit buah manggis juga mengandung flavan-3,4-diols, yang tergolong senyawa tannin dan dapat digunakan sebagai pewarna alami pada kain. Tannin adalah salah satu zat warna yang terdapat dalam berbagai tumbuhan dan yang paling baik adalah dalam manggis. Devy Indah Lestari menambahkan bahwa selama ini bahan pewarna alami yang digunakan antara lain daun pohon nila (Indofera), kulit pohon soga tingi (Ceriops candolleans arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (curcuma), akar mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana), dan daun jambu biji (Psidium guajava). Melalui pemanfaatan kulit manggis sebagai pewarna alami kain batik, diharapkan meningkatkan hasil produksi kain batik alam karena dapat membantu para pengrajin batik untuk memperoleh bahan baku pewarna alam selain menjadi sarana pengolahan limbah sehingga meningkatkan nilai guna buah manggis.
Bexzy Kurnilasari menerangkan pembuatan pewarna alami kain batik meliputi 2 tahap, membutuhkan sebanyak 2 kg kulit manggis kering.Dua kg kulit manggis kering dapat menghasilkan 80 liter pewarna kulit manggis.Tahap pertama pembuatan kulit manggis menjadi pewarna alam, dan tahap kedua pembuatan kain batik dari pewarna kulit manggis tersebut. Adapun tahapan proses pembuatan pewarna alam adalah kulit manggis dicuci, dikeringkan dan dihaluskan agar dalam ekstraksi mendapatkan hasil sempurna lalu diblender. Kemudian dimasukkan dalam petroleum eter. Setelah lemak dipisahkan kulit manggis diekstrak menggunakan etanol 95 % sedangkan larutan basa berair diekstrak dengan klorofom agar tannin terpisah dengan senyawa lainnya, lalu diuapkan untuk mendapatkan kristal warna coklat yang digunakan untuk mewarnai batik. Sedangkan pembuatan kain batik dari pewarna kulit manggis adalah kain dibuat motifnya lebih dahulu setelah itu dilakukan perekatan dengan malam untuk menahan warna. Proses berikutnya disebut medel yaitu pencelupan warna dasar kain pada zat warna yang berasal dari pengenceran kristal kulit manggis. Dilanjutkan dengan ngerok atau menghilangkan malam klowongan dan pengunaan malam ketiga (mbironi) disambung dengan menyoga / pencelupan zat warna yang kedua, ditambah memfiksasi kain dengan fiksator. Proses tersebut dilakukan berkali-kali sampai mendapatkan warna yang didinginkan. Selanjutnya mbabar/nglorod yaitu pembersihan seluruh malam yang menempel di kain dengan cara dimasak dalam air mendidih dengan ditambah air tapioka lalu dicuci dan dikeringkan dengan tidak terkena sinar matahari secara langsung
Melihat fakta tersebut, sekelompok mahasiswa UNY yaitu Annisa Saraswati jurusan kimia dan Devy Indah Lestari jurusan pendidikan IPA FMIPA UNY serta Bexzy Kurnilasari jurusan pendidikan teknik busana FT UNY mengeksploitasi kulit manggis sebagai pewarna alam untuk kain batik. Menurut Annissa Saraswati, mereka tertarik melakukan penelitian ini karena mengetahui bahwa kulit manggis mempunyai kandungan kimia yang banyak dan sangat menguntungkan. Kulit manggis mempunyai pigmen warna yang cocok untuk dijadikan sebagai pewarna serta mengandung sejumlah pigmen yang berasal dari dua metabolit, yaitu mangostin dan β-mangostin. Jika semua kandungan yang terdapat pada buah manggis tersebut diekstraksi, maka akan didapati bahan pewarna alami berupa antosianin yang menghasilkan warna merah, ungu, dan biru. Kulit buah manggis juga mengandung flavan-3,4-diols, yang tergolong senyawa tannin dan dapat digunakan sebagai pewarna alami pada kain. Tannin adalah salah satu zat warna yang terdapat dalam berbagai tumbuhan dan yang paling baik adalah dalam manggis. Devy Indah Lestari menambahkan bahwa selama ini bahan pewarna alami yang digunakan antara lain daun pohon nila (Indofera), kulit pohon soga tingi (Ceriops candolleans arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (curcuma), akar mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana), dan daun jambu biji (Psidium guajava). Melalui pemanfaatan kulit manggis sebagai pewarna alami kain batik, diharapkan meningkatkan hasil produksi kain batik alam karena dapat membantu para pengrajin batik untuk memperoleh bahan baku pewarna alam selain menjadi sarana pengolahan limbah sehingga meningkatkan nilai guna buah manggis.
Bexzy Kurnilasari menerangkan pembuatan pewarna alami kain batik meliputi 2 tahap, membutuhkan sebanyak 2 kg kulit manggis kering.Dua kg kulit manggis kering dapat menghasilkan 80 liter pewarna kulit manggis.Tahap pertama pembuatan kulit manggis menjadi pewarna alam, dan tahap kedua pembuatan kain batik dari pewarna kulit manggis tersebut. Adapun tahapan proses pembuatan pewarna alam adalah kulit manggis dicuci, dikeringkan dan dihaluskan agar dalam ekstraksi mendapatkan hasil sempurna lalu diblender. Kemudian dimasukkan dalam petroleum eter. Setelah lemak dipisahkan kulit manggis diekstrak menggunakan etanol 95 % sedangkan larutan basa berair diekstrak dengan klorofom agar tannin terpisah dengan senyawa lainnya, lalu diuapkan untuk mendapatkan kristal warna coklat yang digunakan untuk mewarnai batik. Sedangkan pembuatan kain batik dari pewarna kulit manggis adalah kain dibuat motifnya lebih dahulu setelah itu dilakukan perekatan dengan malam untuk menahan warna. Proses berikutnya disebut medel yaitu pencelupan warna dasar kain pada zat warna yang berasal dari pengenceran kristal kulit manggis. Dilanjutkan dengan ngerok atau menghilangkan malam klowongan dan pengunaan malam ketiga (mbironi) disambung dengan menyoga / pencelupan zat warna yang kedua, ditambah memfiksasi kain dengan fiksator. Proses tersebut dilakukan berkali-kali sampai mendapatkan warna yang didinginkan. Selanjutnya mbabar/nglorod yaitu pembersihan seluruh malam yang menempel di kain dengan cara dimasak dalam air mendidih dengan ditambah air tapioka lalu dicuci dan dikeringkan dengan tidak terkena sinar matahari secara langsung
siip
BalasHapus